Bekerja dengan Senyum, Ikhlas dan Cinta Mannamamo Lowbatt
SELAMAT atas prestasi yang telah diraih oleh Tim Produksi "Lipa' Sikoi" Teater Titik Dua UKM Seni UNM di ajang FESTAMASIO VI Surabaya. Penyaji Terbaik, Penata Bunyi Terbaik, Penata Cahaya Terbaik dan Nominasi Penata Artistik

Minggu, 17 Februari 2013

Sambut dengan Cinta


Roni S.Mappeware
                              Jasad kita satu, arwah kita satu
yang tertusuk padamu berdarah padaku
(SCB)
Cinta
Masing-masing kita mengenalnya.
Ada banyak pesan orang-orang bijak tentang cinta. Bukan hanya itu, setiap detik waktu kita diserbu oleh cinta. Tidak lagu, puisi, novel, film, sinetron, dan apapun yang ada saat ini (termasuk kampanye caleg dan parpol) seolah tak lengkap tanpa cinta. Tak terkecuali bencana, hal ini pun memancing munculnya cinta, entah tulus atau tidak bukan urusan kita. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan  Marcello Mastroiani bahwa dalam soal cinta, tak ada perbedaan. Bisa diterima?
Baik saya lanjutkan. Yang perlu diingat, Kahlil Gibran pernah bilang kalau sebenarnya cinta adalah gabungan antara kenikmatan dan kepedihan, nah lo. Berarti saat mengaku melakoni perjalanan cinta, maka anda mesti siap-siap untuk sekali-kali merasakan sakit. Tetapi seorang bijak pernah mengungkapkan jika kau percaya cinta maka kau juga harus percaya akan adanya keajaiban karena dalam cinta ada banyak sesuatu yang terkadang tidak dapat diterima oleh akal.  Dan semakin kita menyelami hal yang satu ini maka satu hal yang pasti juga akan kita ketahui sama seperti yang Ingrid Bergman yakini bahwa ternyata tidak satu pun kekuatan di dunia yang mampu memenjarakan cinta. Bahkan  Marilyn Monroe mempertegas semua argumen terdahulu dengan; hidup dan mati sangat ditentukan oleh cinta.
Beberapa petikan di atas hadir untuk mencoba menggelitik sebuah ruang pada diri kita masing-masing. Apakah kita memiliki cinta? Jika cinta telah menjadi bagian dari kita, maka tak perlu dikhawatirkan lagi. Kehadiran adik baru akan memancing semua cinta untuk dapat keluar dan mengekspresikan dirinya. Setiap kita mempunyai pola, cara yang berbeda. Tetapi intinya adalah mereka tidak harus menjadi saingan seperti lazimnya seorang anak pertama yang menyadari keberadaan adiknya (anak kedua dan seterusnya). Atau seperti anak yang bungsu dalam jangka waktu yang lama, saat memiliki adik justru memupuk rasa benci pada adiknya. Untuk wilayah kita, hal ini saya yakin sangat berbeda. Walau harus diakui, perlu proses yang juga butuh waktu yang variatif.

Kerinduan
Kita yang telah terlalu lama memendam rindu seorang kakak kini telah memiliki adik. Mungkin rasa rindu itu kini telah terobati. Tetapi mesti disadari ada wilayah rindu yang lain yang sebaiknya ditumbuhkan. Maksud saya, kerinduan untuk selalu bersama, bercengkrama dan melakukan proses secara beriringan pula. Bahkan mungkin sampai pada kerinduan untuk dapat melihat kejayaan UKM Seni UNM, mengapa tidak?
Hal ini mesti dibangun dari awal. Tidak serta merta setelah kita mendapat adik yang cukup banyak, maka tiba-tiba kita merasa memiliki kesempatan untuk sejenak beristirahat. Ingat, kita masih punya tugas berat, menuntun mereka melewati jalan yang mereka belum kenal dengan baik. Jika ditinggalkan atau dibiarkan berjalan sendiri, saya yakin kita semua tahu apa jawabannya. Maka rindukanlah kebersamaan, kejujuran, rasa saling memiliki dan rasa saling membutuhkan.
Kini saatnya, kita dituntut untuk dapat dengan maksimal mengaktualisasikan segala sesuatu yang dipahami, diketahui, di mengerti, dan juga bisa dipahami secara positif. Jangan sampai ruang aktualisasi justru hanya mampu menyentuh ruang-ruang personal yang sama sekali jauh dari rasa cinta terhadap UKM Seni UNM. Atau mungkin malah membangun solidaritas semu yang hanya sebatas kenikmatan sesaat.

Kasih Sayang
Tidak pernah ada kasih sayang yang dilakukan oleh sebelah pihak. Hal ini bisa terwujud jika dilakukan oleh dua kesadaran yang saling memahami dan pada saat rasa cinta dan rindu telah menjadi sesuatu yang tumbuh tanpa harus disugesti oleh wilayah yang lain. Mari kita coba untuk mewujudkan rasa itu tanpa mengharapkan pamrih. Ini menjadi tugas kita bersama. Baik baru maupun lama (bagian ini hanya pada persoalan waktu).
Setiap kasih sayang adalah sebuah perjuangan untuk dapat saling mengerti, memberi, menerima, menasehati, mengingatkan, menegur, menerima masukan, hingga memberi dan menerima maaf. Jika kita sekalian telah mampu mengaplikasikan minimal tiga diantara beberapa item tersebut, maka perjalanan hidup kita di UKM Seni UNM akan senantiasa di bawah payung kasih sayang.

Keharmonisan
Bukalah tanganmu lebar-lebar. Siapkanlah dadamu untuk menjadi sandaran bagi mereka, saat sedih atau bahagia. Dalam perjalanan selanjutnya, mungkin akan ada suka, duka atau sesuatu yang lebih dari itu. Yang kita butuhkan adalah keterbukaan dan keinginan untuk berbagi segala-galanya. Jika hal ini tidak coba untuk dilakukan, maka mungkin saja akan ada bom waktu yang tertanam dengan sempurna dan menunggu kapan saatnya untuk meledak. Kita tidak mengharapkan ada perpecahan di tubuh kita apalagi yang terjadi hanya karena perselisihan tentang hal-hal yang sederhana.
Simpanlah ego dan keinginan menang sendiri pada wilayah paling dalam yang tidak mungkin digali lagi. Satu hal yang menjadi catatan dan perlu disadari bahwa semua kita berbeda. Baik diperlakukan atau memperlakukan. Saat ini kita semua adalah saudara. Maka sengaja saya pasang penggalan puisi Sutardji Calsoum Bachri pada bagian awal tulisan ini sebagai sumber inspirasi.

Kepercayaan
Berhati-hatilah dengan cinta, karena cinta kadang menyembunyikan kebencian. Dan tak perlu terlalu takut pada kebencian karena kebencian adalah cinta yang tertunda.
Kedua hal ini hanya mengenal sebuah kata yang sakti, kepercayaan. Milikilah kepercayaan untuk dirimu dan untuk kau perlihatkan kepada orang lain. Kepercayaan sesuatu yang mutlak, tetapi dilain kesempatan bisa saja menjadi sesuatu yang mustahil. Berusahalah belajar pada sesuatu yang kecil. Jangan pernah menganggap remeh masalah yang sepertinya kecil. Sebab sesuatu yang besar selalu bersumber dari hal-hal yang kecil. Puncak? Akan kita capai jika pendakian ini tidak menjadi beban dan kita lakukan bersama. Mari kembali kita membumikan slogan “bekerja dengan senyum, ikhlas, dan cinta” di Salassa tercinta.

Dengan cinta terucap “Selamat datang calon generasi penerus, buktikan kalian bisa menjadi bagian dan menguatkan cinta kami!”

Makassar, 3 Februari 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar